Toa Azan, Antara Maslahat dan Mafsadah


Azan disyariatkan sebagai pengingat masuknya waktu salat. Sehingga ketika azan berkumandang, sebaiknya kita meninggalkan dulu kesibukan kita, guna melaksanakan salat, terlebih berjamaah.

Dalam masalah ini, azan dapat dikategorikan sebagai maslahat dengan tujuan hifzuddin (menjaga agama). Dalam artian, dengan azan kita bisa tahu bahwa waktu salat telah tiba, dengan itu pula kita bersiap dan bergegas mengerjakan salat.

Penggunaan toa dalam azan, tentunya hanya sebagai sarana untuk menahkikkan/memastikan bahwa azan dapat didengar oleh semua umat muslim yang ada di semua penjuru tempat tersebut. Sehingga maslahat hifzuddin yang terkandung dalam azan dapat benar-benar terealisasikan secara sempurna.

Namun perlu diketahui, posisi azan di sini dan penggunaan toa dalam azan tentunya berbeda. Disyariatkannya azan tentunya sudah jelas dari nas-nas syar'i, sedang penggunaan sound/pengeras suara bukan dihasilkan dari nas-nas syar'i, namun karena melihat sisi maslahat yang terkandung di dalamnya.

Dan maslahat dalam penggunaan toa ini termasuk dalam kategori maslahat yang mursalah, atau maslahat yang tidak di iktibar oleh syarak dan tidak juga di-ilgha-kan (tiadakan). Jadi masih fifty-fifty, namun dengan melihat tujuannya seperti yang sudah dipaparkan tadi, menjadikannya boleh dilakukan.

Toa mulai digunakan hampir di setiap masjid, bahkan musala-musala pun tak mau ketinggalan, meski hanya berjarak 100 meter dari masjid. Tak jarang, volumenya diatur maksimal. Azan pun terdengar sangat nyaring dan berulang-ulang dari tiap-tiap masjid dan musala.

Tentunya ini kebaikan, bukankah maslahatnya sudah jelas, agar orang-orang bangun dan bergegas menuju masjid untuk berjamaah di awal waktu, terutama subuh.

Namun, bukankah banyak orang-orang yang tidak terkena taklif, anak-anak kecil yang tertidur pulas dan wanita haid, atau orang-orang jompo yang perlu dibangunkan dengan pelan-pelan.

Bukankah itu dapat mengganggu mereka? Mengamalkan azan menggunakan toa dalam konteks tersebut (dengan berlebihan), seakan malah menjadi gangguan bagi sebagian orang. Maslahat yang semula ada, justru tertindih dengan mudarat yang dihasilkan.

Yang ditakutkan nantinya, mereka malah menganggap azan sebagai masalah, sangat mengganggu. Terlebih jika mereka menganggap salat sebagai sumber masalahnya. Karena dengan datangnya waktu salat, azan akan berkumandang, dengan datangnya azan, toa-toa akan menggema dengan sekeras-kerasnya. Terlebih bagi yang rumahnya diapit masjid dan musala.

Agar orang tidak merasa demikian, agar orang merasa nyaman bukan terganggu dengan kumandang azan, bukankah lebih baik jika volume dan waktu penggunaannya diperhatikan, dan bukankah yang demikian juga termasuk hifzuddin?

Wallahu a'lam bissawab. (NN)


==========================


Posting Komentar

0 Komentar