Marah Dengan Bijak Ketika Nabi Dihina

Oleh: Mas Agus Azro Chalim, B.Sc @azrorizmy (Rais Syuriyah PCI NU Yaman)



Besar-kecilnya rasa cemburu sebanding lurus dengan besar-kecilnya rasa cinta kepada kekasih hati. Begitu pula marah. Rasa marah ketika sang kekasih disakiti atau dihina, sebanding lurus dengan seberapa dalam cinta yang terpatri dalam hati, kepada kekasihnya itu.

Manusia secara tabiatnya mencintai kebaikan dan keindahan. Baginda Nabi Muhammad SAW memiliki dua-duanya secara sempurna. Laku perangainya sempurna. Keindahan paras dan ketampanannya juga sempurna. Dialah manusia paling sempurna. Mencintai Rasulullah adalah hal fitrah dan naluri bagi mereka yang telah mengenalnya.

Seorang muslim yang mencapai derajat keimanan sejati, seperti yang disebutkan dalam hadits Nabi SAW, adalah dia yang mencintai Rasulullah melebihi cinta pada orang tua kandungnya, bahkan melebihi cinta pada dirinya sendiri. Cinta ini tidak perlu dipaksakan. Mereka yang mengenal betul sosok Nabi, otomatis ia akan mencintai Nabi melebihi cinta pada siapapun dan apapun.

Dari kecintaan itulah tumbuh perasaan ghirah. Yakni kecemburuan dan perasaan memiliki yang amat kuat pada sang kekasih. Kedalaman cinta dan rasa ghirah pada Nabi ini adalah anugerah besar. Apalagi sampai mendarah daging dalam diri dan jiwa seorang muslim. Kedalaman rasa itu tidak sembarang dimiliki orang. Orang pintar dalam hukum-hukum agama sekalipun kadang tak memilikinya. Dan semakin dalam rasa ghirah itu, semakin besar dan tampak pula reaksinya dalam kehidupan sehari-hari. Dari amal perbuatan, hingga gaya fashion hidup. Dan ghirah ini pula yang dapat memunculkan reaksi saat sang kekasih dihina atau bahkan disakiti.

Reaksi marah saat kekasih dihina adalah hal yang wajar dan naluri manusiawi. Mereka yang tidak merasakan kemarahan itu justru patut dipertanyakan akan cintanya. Apakah cinta sejati, ataukah hanya pengakuan cinta kosong dan dusta belaka. Marah seorang pencinta ketika kekasihnya dihina adalah sebuah keniscayaan. Pasti, dan pasti. Namun sikap dan reaksi kemarahan yang timbul dari rasa cinta itu terbilang relatif dan berbeda-beda antara satu pencinta dan pencinta lainnya.

Dari kecintaan itulah tumbuh perasaan ghirah. Yakni kecemburuan dan perasaan memiliki yang amat kuat pada sang kekasih. Kedalaman cinta dan rasa ghirah pada Nabi ini adalah anugerah besar. Apalagi sampai mendarah daging dalam diri dan jiwa seorang muslim. Kedalaman rasa itu tidak sembarang dimiliki orang. Orang pintar dalam hukum-hukum agama sekalipun kadang tak memilikinya. Dan semakin dalam rasa ghirah itu, semakin besar dan tampak pula reaksinya dalam kehidupan sehari-hari. Dari amal perbuatan, hingga gaya fashion hidup. Dan ghirah ini pula yang dapat memunculkan reaksi saat sang kekasih dihina atau bahkan disakiti.⁣


Reaksi marah saat kekasih dihina adalah hal yang wajar dan naluri manusiawi. Mereka yang tidak merasakan kemarahan itu justru patut dipertanyakan akan cintanya. Apakah cinta sejati, ataukah hanya pengakuan cinta kosong dan dusta belaka. Marah seorang pencinta ketika kekasihnya dihina adalah sebuah keniscayaan. Pasti, dan pasti. Namun sikap dan reaksi kemarahan yang timbul dari rasa cinta itu terbilang relatif dan berbeda-beda antara satu pencinta dan pencinta lainnya.⁣

Ada yang meluapkan kemarahannya, ada pula yang memilih menahannya. Mereka yang meluapkan kemarahannya, kadang tampak hanya dengan ucapan gertak, kadang juga sampai bermain fisik. Dan sekali lagi, itu adalah naluri manusiawi. Logikanya sederhana. Bayangkan, jika misalnya ibumu yang tua renta, yang amat kau cintai dan sayangi, tiba-tiba ada orang menghardik beliau, bahkan meludahi mukanya, apa yang kau lakukan sebagai bukti cintamu padanya? Tidakkah kau marah?⁣

Itulah mengapa, adalah hal yang wajar jika Dunia mendapati umat Islam marah besar ketika Rasulullah dihina. Yang patut disalahkan adalah para penghinanya. Merekalah yang sebenarnya perusak perdamaian dunia dan keharmonisan umat manusia. Masa bodoh pada "kebebasan ekspresi" yang mereka gaungkan, atau jargon-jargon bualan mereka lainnya. Dari kelakuan merekalah sejatinya muncul percikan api, lalu membakar segalanya.⁣
Adapun yang memilih tidak meluapkan kemarahannya, mereka lebih cenderung pada naluri kasih sayangnya. Menurutnya, penghinaan tersebut dilakukan karena ketidaktahuan penghina tentang sosok kekasihnya. Dan itu kasihan sekali, juga sangat layak dikasihani. Para penghina Nabi, andai mereka mengenal betul siapa Nabi Muhammad, --keindahan perangainya, kelembutannya dan ketampanannya-, jangankan mereka mau menghina, hendak menyebut nama beliau pun hati mereka akan bergetar, menangis luluh karena merindukannya.⁣⁣
⁣⁣
Cinta pada Nabi dengan level sedalam ini adalah murni anugerah Allah dan karunia besarNya. Tak sembarang Allah berikan pada hamba-hambaNya. Maka sungguh beruntung mereka yang telah merasakan betapa indahnya merindukan Rasulullah. Betapa syahdu menikmati tangisan rindu. Dan oleh karena besarnya nikmat dan anugerah itu, mereka akan selalu berdoa agar senantiasa ditetapkan dalam kecintaannya. Untuk para penghina Rasulullah, mereka doakan agar mendapatkan hidayah Islam, lantas diampuni dosanya, lalu dikenalkan dengan kisah hidup Rasulullah, hingga tertancap dalam hati mereka cinta dan kerinduan pada Nabi yang paling sempurna.⁣⁣
⁣⁣
Tapi ketika penghinaan pada Nabi itu jika dibiarkan akan semakin menjadi-jadi, makin marak dan menjadi hal lumrah, maka perlu kiranya ada sikap bijak mengatasi hal tersebut. Dalam penghinaan berbentuk narasi karikatur pelecehan terhadap Nabi itu, saya pribadi lebih condong dan setuju dengan aksi boikot massal produk dagang buatan negara pendukung karikatur penistaan. Tanpa harus gembar-gembor ucapan caci maki, sikap beringas atau balasan fisik semacamnya. Karena hal demikian justru akan mencitrakan Islam sebagai agama yang brutal dan sarat kekerasan.⁣⁣
⁣⁣
 
Gerakan boikot ini juga sebagai bukti. Bahwa umat Islam tidak bisa dianggap remeh eksistensinya. Meski tak ada perlawanan fisik, tak ada pula keberingasan sikap, namun jumlah pemeluk Islam yang nyaris dua miliar itu jika kompak melakukan boikot saja imbasnya akan cukup besar. Dan menjadi sebuah pelajaran yang sangat dipertimbangkan bagi negara yang bersangkutan. Syekh Dr. M. Said Ramadhan Al-Buthy yang dikenal santun dan ramah, dalam hal ini sangat tegas. Dalam cuplikan videonya, beliau mendukung dan menyerukan aksi boikot seperti ini.⁣⁣⁣
⁣⁣⁣
Sebetulnya, penghinaan terhadap Nabi melalui gambar atau karikatur adalah penghinaan terhadap akal sehat. Akal manusia tak kan bisa menggambarkan apa yang belum pernah ia lihat. Jika dikatakan: akan datang seorang wanita bernama Aisyah, asli Turki, kulit putih kemerah-merahan, perawakan tinggi, hidung mancung dan alis tebal, maka sehebat apapun orang berimajinasi, gambaran yang ada di pikirannya akan jauh berbeda dengan kenyataan saat ia langsung berjumpa.⁣⁣⁣
⁣⁣⁣
Maka, adalah pamer kebodohan, sungguh pamer kebodohan, ketika ada orang mengaku bisa menggambar wajah dan postur Nabi, sedangkan dia sendiri tak pernah menjumpainya atau sekedar melihatnya. Kesempurnaan fisik Nabi tak tertandingi. Tidak pula tergambarkan. Saking tampannya, dan saking indahnya. Orang dijamin akan jatuh hati kepada Nabi ketika mengenalnya. Melalui ajarannya, melalui perangainya, dan melalui kisah-kisah inspiratifnya. ⁣⁣⁣
⁣⁣⁣
Marah karena cinta itu naluri. Adalah keledai, mereka yang tak bisa marah sama sekali. Marahlah, tapi dengan bijak. Jangan kau luapkan kemarahanmu, kecuali dengan bijak. Selalu ingatlah, manusia paling bijak pasti bangga melihat umatnya bersikap bijak.⁣⁣⁣
⁣⁣⁣
Tarim, 31 Oktober 2020⁣⁣⁣
⁣⁣⁣
*Dikutip dari Blog Catatan Azro⁣⁣⁣
⁣⁣⁣
=====⁣⁣⁣
⁣⁣⁣
Terus dukung dan ikuti perkembangan kami lewat akun media sosial Ahgaff Pos di;⁣⁣⁣
⁣⁣⁣
Facebook: facebook.com/AhgaffPos⁣⁣⁣
Instagram: instagram.com/ahgaffpos.official⁣⁣⁣
Youtube: tiny.cc/YoutubeAhgaffPos⁣⁣⁣
Website: amiahgaff.org⁣⁣⁣
Medium: medium.com/@ahgaffpos9

Posting Komentar

0 Komentar