Artikel; Antara Akal Sehat dan Filsafat Sekuler

"Antara Akal Sehat dan Filsafat Sekuler"

 

Oleh : Muhammad Fahrul Rizal
(Mahasiswa Universitas Al Ahgaff Tingkat 3)

Akal Sehat Dalam Perspektif Islam dan Hubungannya dengan Wahyu.

Pada salah satu ceramahnya Sayyidil Habib Umar bin Hafizh memaparkan konsep Akal Sehat (العقل السليم) dalam perspektif islam. Beliau menjelaskan :

"إن العقل السليم يهدي إلى الخالق العظيم يهدي إلى الصراط المستقيم .. "

"Sesungguhnya Akal Sehat itu menunjukkan (untuk beriman) kepada Sang Pencipta Yang Maha Agung (yaitu Allah Swt.), menunjukkan kepada jalan yang lurus"

Selain itu akal sehat akan menunjukkan kepada kebenaran yang dibawa oleh Baginda Nabi Saw.
Beliau mengumpamakan akal seperti mata kita :

"...كما هذه العين الظاهرة تهدينا إلى حقيقة الأجرام و الأجسام و الألوان إلا أن تخرج عن الصحة أو تركّب عليها نظارة تغير عليها اللون ... "

" .... sebagaimana mata dapat memperlihatkan kepada kita hakikat suatu bentuk atau fisik, kecuali apabila mata itu sedang dalam keadaan tidak sehat atau menggunakan kacamata yang dapat merubah warna..."

Pada dasarnya mata kita itu memperlihatkan kepada kita hakikat fisik dan warna. Tetapi jika mata kita tidak normal seperti rabun atau buta warna maka mata kita tidak akan mampu lagi memperlihatkan kepada kita hakikat hal tersebut. Bagi orang yang rabun segala sesuatu akan terlihat berwarna kuning meskipun aslinya benda itu berwarna merah. Maka dalam hal ini, problem terdapat pada mata orang tersebut bukan pada hal yang ia lihat.

Begitu juga Akal, setiap akal di dunia ini akan menunjukkan kepada kebenaran Sang Pencipta yaitu Allah Swt, dan ke-Rasulan Baginda Nabi Saw, kecuali apabila akal tersebut mengalami penyimpangan yang disebabkan oleh konsep maupun pola pikir yang keliru atau sebab dominasi hawa nafsu dan syahwat.

Namun kedudukan akal hanyalah sebuah alat yang dianugerahkan oleh Allah kepada kita, sebagaimana Habib Umar bin Hafizh menjelaskan :

"ما العقل إلا آلة أتانا الله إيها كما أتانا هذه الأبصار إلا أن اهتداء العقل إلى الحقيقة يتم بواسطة نور الوحي المنزل كما اهتداءنا إلى رؤية الأجسام و ألوانها يتم بنور شمس أو قمر أو سراج من السروج، فإذا أشرق عرفنا و رأينا و إذا غاب عنا كنا في الظلمة "

"Akal hanyalah sebatas alat yang diberikan oleh Allah Swt kepada kita, sebagaimana Allah menganugerahkan mata kepada kita, hanya saja sampainya akal kepada kebenaran itu bisa terjadi disebabkan perantara wahyu yang diturunkan oleh Allah Swt sama halnya kita mampu melihat benda-benda beserta warnanya itu disebabkan perantara cahaya matahari, bulan, atau lampu. Apabila cahaya itu memancar maka kita mampu melihat, apabila cahaya itu lenyap maka kita dalam kegelapan"

Cahaya bagi Akal adalah Al Quran Al Karim dan Khabar dari Baginda Nabi Saw, jika cahaya itu menyinari akal, maka akan tampak baginya hakikat kebenaran.

Sebagaimana kisah sahabat Nabi Muhammad Saw yang bernama Abdullah bin Salam. Sebelum masuk islam, Ia adalah Kepala Rabi Yahudi terkemuka dari Bani Qainuqo’ Madinah. Ia sehari-hari dikenal sebagai orang yang sangat 'alim dan mendalami taurat. 

Ia juga orang yang tahu bahwa akan ada seorang nabi baru. Informasi itu didapatkannya dari Kitab Taurat. Ia sangat tertarik dengan kabar kedatangan nabi baru tersebut. Sehingga ia mempelajari berbagai hal tentang sang nabi baru. Mulai dari ciri-ciri, sifat, dan pengetahuan sang nabi baru akan hal-hal yang bersifat ilahiyah. Dia pun berdo'a kepada Allah Swt agar dipanjangkan umurnya dan dipertemukan dengan Baginda Nabi Muhammad Saw. 

Ternyata harapannya pun terkabul, ketika ia mendengar kedatangan Nabi Saw di Madinah ia pun mencari informasi tentang siapa Baginda Nabi Muhammad Saw. Mencocokkan sifat-sifat dan ciri-ciri, serta melihat wajahnya dengan informasi yang ada di Taurat. Saat ia pertama kali melihat wajah Baginda Nabi Saw sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Turmudzi, Ibnu Majah dan Ad- Darimi، ia berkata :

فلمَّا تَبيَّنْتُ وجْههُ عرَفتُ أَنَّ وَجْهَهُ لَيْسَ بِوَجْهِ كَذَّابٍ

"Tatkala aku mencari kejelasan/mengecek wajahnya, maka aku tau sesungguhnya wajahnya bukanlah wajah seorang pendusta"

Sumber Kebenaran dalam Filsafat Sekuler.

Ketika ditanya apa itu filsafat, seorang mahasiswa menjawab singkat : filsafat itu mencari kebenaran, dengan cara berpikir dan bertanya terus menerus tentang segala hal : dari persoalan gajah sampai persoalan semut, dari soal hukum dan politik hingga soal moral dan metafisika, dari soal galaksi sampai soal bakteri.
Namun untuk mencapai kebenaran tersebut Filsafat Sekuler menolak wahyu sebagai sumber ilmu/kebenaran, mereka hanya membatasi pada dua aspek saja :
A. Panca Indra (Empiris)
B. Akal (Rasional)

Tidak sampai disitu, dalam teori positivisme comte (aliran filsafat yang beranggapan bahwa pengetahuan itu semata-mata berdasarkan pengamalan dan ilmu yang pasti) meletakan agama sebagai jenis pengetahuan yang paling primitif dan akan punah saat manusia memasuki era positivisme atau empiris.

Konsep di atas sangat bermasalah, karena dalam dunia ilmu pengetahuan, kebenaran ilmiah tidak hanya dibatasi pada dua aspek saja, pancaindra (empiris) dan akal (rasional) tapi juga diterima melalui jalur "pemberitaan".
Contoh :
1. Hingga kini seorang mahasiswa tidak mungkin mengklarifikasi semua pernyataan keilmuan yang diajarkan kepadanya oleh dosennya. Misal, saat dosen menjelaskan bahwa kecepatan cahaya adalah sekitar 270.000 km/detik, maka si mahasiswa hanya diminta untuk percaya dengan "kabar" dari dosennya tanpa disuruh untuk membuktikannya terlebih dahulu secara empiris.

2. Seorang Profesor Filsafat selalu puas menjadi seorang "Muqollid" hanya percaya saja dengan segala macam penjelasan pramugari saat berpergian menggunakan pesawat terbang. Ia pun percaya kepada seseorang yang dikatakan sebagai pilot walaupun ia sama sekali tidak mengenalnya. Wal hasil, sang Profesor menerima kebenaran ilmiah bukan berdasarkan metode epirisme melainkan melalui jalur pemberitaan.

3. Pengakuan seorang anak terhadap orang tuanya. Sangat jarang terjadi ada seorang anak yang meminta pembuktian secara rasional dan empiris berkenaan dengan status hubungannya dengan kedua orangtuanya. Walaupun tanpa tes DNA si anak sudah mendapatkan kebeneran ilmiah mengenai kedua orang tuanya melalui pemberitaan orang-orang yang dipercayainya.

Dari ketiga contoh diatas, maka tidaklah tepat jika suatu ilmu/kebenaran hanya diperoleh dengan dua aspek saja, yaitu panca indera (empiris) dan akal (rasional), melainkan suatu kebenaran ilmiah juga bisa didapatkan melalui jalur pemberitaan, yang dalam epistimologi islam (dasar-dasar dan batas pengetahuan dalam islam) disebut sebagai jalur kebenaran ilmiah melalui "khabar shadiq" (true report), bagi seorang muslim, informasi yang didapat melalui jalur khabar shadiq ini juga merupakan ilmu, sebab ia diperoleh dari sumber-sumber terpercaya, seperti Al Quran dan Hadits Nabi Saw. Pengetahuan tentang akhirat, hal-hal yang ghaib, keutamaan bulan ramadhan, keutamaan ibadah haji, dsb., itu semua informasinya didapatkan dari khabar shadiq meskipun hal itu di atas jangkauan akal (supra rasional).

Selain itu, doktrin filsafat sekuler yang menyerukan kepada manusia agar berpikir sebebas-bebasnya, termasuk bebas dari dogma (ajaran) agama adalah pernyataan yang absurd (tidak logis). Sebab pernyataan agar kita bebas dari dogma agama itu adalah sebuah dogma juga. Sebenarnya setiap orang itu tidak ada yang tidak memiliki dogma, ia hanya lari dari satu dogma ke dogma yang lain . Ada yang lari dari dogma Tuhan menuju dogma setan, ada yang lari dari dogma agama menuju dogma atheisme karena menolak wahyu sebagai sumber kebenaran. Contoh : seorang Profesor sekuler yang akan menulis karya ilmiah, ia sejak awal memiliki dogma bahwa agama tidak boleh ikut campur dalam pemikirannya.

Maka dari konsep filsafat sekuler diatas, tidak heran jika zaman ini banyak orang yang dianggap intelektual namun bersikap agnostik dan atheis. Padahal dalam islam, ilmu yang kita pelajari harus mengantarkan kita semakin dekat dengan Allah Swt. Sebagaimana yang diutarakan oleh Imam Malik r.a :

"حق على من طلب العلم أن يكون له وقار و سكينة و خشية"
"Orang-orang yang mencari ilmu hendaknya memiliki sifat ketenangan, ketentraman, dan rasa takut kepada Allah Swt."

Sumber referensi :
1. Ceramah Habib Umar bin Hafizh : https://m.youtube.com/watch?v=wSgcyEvRys0
2. Filsafat ilmu : Perspektif Barat dan Islam, Dr. Adian Husaini.

======

Terus dukung dan ikuti perkembangan kami lewat akun media sosial Ahgaff Pos di;

Posting Komentar

0 Komentar